
Jakarta – Baterai solid-state memiliki cara yang lebih aman dan bertenaga untuk menjalankan kendaraan listrik, perangkat elektronik daya, dan menyimpan energi terbarukan dari jaringan listrik.
Sayangnya, bahan utamanya, litium, mahal dan langka. Terlebih penambangannya seringkali menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius.
Sodium menawarkan alternatif yang jauh lebih murah dan lebih melimpah, serta jauh lebih aman untuk diekstraksi. Namun, baterai solid-state berbasis sodium telah lama sulit untuk menyamai kinerja litium pada suhu normal.
“Ini bukan masalah sodium versus litium. Kita membutuhkan keduanya. Ketika kita memikirkan solusi penyimpanan energi masa depan, kita harus membayangkan gigafactory yang sama dapat memproduksi produk berbasis kimia litium dan sodium,” kata Profesor Liew Family di bidang Teknik Molekuler di UChicago Pritzker School of Molecular Engineering (UChicago PME), Y Shirley Meng.
“Penelitian baru ini membawa kita lebih dekat ke tujuan akhir tersebut sekaligus memajukan ilmu pengetahuan dasar di sepanjang prosesnya,” imbuhnya.
Terobosan Peneliti Singapura
Sebuah studi baru dari tim Meng, telah mengambil langkah besar untuk memecahkan masalah tersebut. Para peneliti mengembangkan baterai solid-state berbasis sodium yang berkinerja andal di suhu ruangan hingga di bawah titik beku. Sehingga, tercipta tolok ukur baru untuk bidang ini.
Menurut penulis pertama Sam Oh dari A*STAR Institute of Materials Research and Engineering di Singapura, yang melakukan penelitian ini saat mengunjungi Laboratorium Penyimpanan dan Konversi Energi milik Meng, hasil penelitian ini membawa teknologi sodium jauh lebih dekat untuk bersaing dengan litium dalam hal kinerja elektrokimia.
Pencapaian ini juga merupakan kemajuan mendasar dalam ilmu material. Penelitian tersebut diterbitkan dalam jurnal Joule Volume 9, Issue 10, 102130, October 15, 2025, dengan judul “Metastable sodium closo-hydridoborates for all-solid-state batteries with thick cathodes”.
“Terobosan yang kami dapatkan adalah kami berhasil menstabilkan struktur metastabil yang belum pernah dilaporkan,” kata Oh.
“Struktur metastabil natrium hidridoborat ini memiliki konduktivitas ionik yang sangat tinggi, setidaknya satu orde magnitudo lebih tinggi daripada yang dilaporkan dalam literatur, dan tiga hingga empat orde magnitudo lebih tinggi daripada prekursornya sendiri,” jelasnya.
Bagaimana Ahli Membuatnya?
Untuk menciptakan struktur ini, para peneliti memanaskan sodium hydridoborate dalam bentuk metastabil hingga mulai mengkristal, lalu mendinginkannya dengan cepat untuk mengunci strukturnya.
“Metode ini sudah dikenal luas di bidang ilmu material lainnya tetapi sebelumnya belum pernah digunakan untuk elektrolit padat,” kata Oh.
Familiaritas praktik tersebut dapat mempermudah transisi penemuan ini dari penelitian laboratorium ke produksi industri.
“Karena teknik ini sudah mapan, kami akan lebih mampu meningkatkan skalanya di masa mendatang,” kata Oh, dikutip dari Science Daily.
“Jika Anda mengusulkan sesuatu yang baru atau jika ada kebutuhan untuk mengubah atau menetapkan proses, maka industri akan lebih enggan menerimanya,” kata dia.
Memasangkan fase metastabil tersebut dengan katoda tipe O3 yang telah dilapisi elektrolit padat berbasis klorida dapat menciptakan katoda tebal dengan muatan area tinggi yang menjadikan desain baru ini lebih unggul daripada baterai sodium sebelumnya. Berbeda dengan strategi desain dengan katoda tipis, katoda tebal ini akan mengemas lebih sedikit material non-aktif dan lebih banyak “isi” katoda.
“Semakin tebal katodanya, kepadatan energi teoretis baterai-jumlah energi yang tersimpan dalam area tertentu-meningkat,” kata Oh.
Penelitian saat ini memajukan natrium sebagai alternatif yang layak untuk baterai, sebuah langkah penting untuk mengatasi kelangkaan dan kerusakan lingkungan akibat litium.
“Perjalanannya masih panjang, tetapi apa yang telah kami lakukan dengan penelitian ini akan membantu membuka peluang ini,” kata Oh