
Solo – Nama Pulau Nusakambangan sering kali terdengar menegangkan di telinga masyarakat. Terpencil di lepas pantai selatan Cilacap, Jawa Tengah, pulau ini identik dengan tempat tahanan kelas berat, mulai dari bandar narkoba, teroris, hingga terpidana mati. Tapi di balik citra angkernya, Nusakambangan menyimpan jejak sejarah panjang sejak masa kolonial Belanda.
Pulau yang kini dikenal sebagai ‘Alcatraz-nya Indonesia’ ini dulunya bukan penjara sama sekali. Dahulu, Nusakambangan sempat ditetapkan sebagai monumen alam, sebelum akhirnya berubah fungsi menjadi koloni bui. Pergeseran status itu bukan tanpa alasan, sebab Belanda melihat potensi ekonomi, keamanan, dan geografis pulau ini yang sulit diakses. Dari sinilah awal kisah panjang terbentuknya sistem kepenjaraan di Nusakambangan bermula.
Kini, lebih dari seabad kemudian, Nusakambangan menjadi rumah bagi berbagai lapas dengan tingkat keamanan tinggi. Bagaimana pulau yang awalnya hanya hutan sunyi bisa berubah menjadi pusat pemasyarakatan terbesar di Indonesia? Simak perjalanan lengkapnya di bawah ini.
Poin utamanya:
Para narapidana pertama kali dipekerjakan di Nusakambangan untuk membangun benteng dan perkebunan karet sejak tahun 1861.
Nusakambangan semula berstatus monumen alam sebelum diubah menjadi koloni bui oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Setelah kemerdekaan, pulau ini ditetapkan sebagai tempat pembinaan terpidana kasus berat di Indonesia.
Sejarah Nusakambangan Pulau Penjara
Berdasarkan artikel ilmiah Perkembangan Lembaga Pemasyarakatan Pulau Nusakambangan Kabupaten Cilacap oleh Muchamad Sulton dkk serta Sejarah Lembaga Pemasyarakatan Pulau Nusakambangan Cilacap 1998-2015 oleh Ratri Radhitya Ningrum dkk, berikut ini adalah sejarah Nusakambangan selengkapnya.
1. Awal Status Pulau Nusakambangan
Sebelum dikenal sebagai pulau penjara, Nusakambangan awalnya ditetapkan sebagai ‘monumen alam’ oleh Pemerintah Hindia Belanda. Penetapan itu tercantum dalam Staatsblad van Nederlandsch-Indie tahun 1923 No. 382, yang menyebutkan batas wilayahnya mulai dari Teluk Penyu di utara hingga Samudra Hindia di timur. Kawasan ini semula dijaga karena dianggap memiliki nilai alam yang penting dan menjadi wilayah tertutup bagi kepentingan umum.
Namun, status tersebut tidak bertahan lama. Pemerintah Hindia Belanda kemudian mengubah peruntukannya setelah melakukan kajian ulang terhadap potensi pulau ini. Pada 24 Juli 1922, Gubernur Jenderal Hindia Belanda mengeluarkan keputusan baru yang dimuat dalam Berita Negara Hindia Belanda tahun 1928 No. 381.
Dalam keputusan itu disebutkan bahwa seluruh wilayah Pulau Nusakambangan ditetapkan sebagai tempat penghukuman bagi orang-orang yang dijatuhi pidana. Sejak itu, berakhirlah statusnya sebagai monumen alam dan awal dari fungsi barunya sebagai pulau bui atau penal colony.
2. Awal Kehadiran Narapidana di Nusakambangan
Menurut Unggul Wibowo dalam bukunya Nusakambangan dari Poelaoe Boei Menuju Pulau Wisata, keberadaan narapidana di Nusakambangan bermula pada tahun 1861, ketika Pemerintah Hindia Belanda memanfaatkan tenaga napi untuk membangun benteng pertahanan di wilayah pulau. Dari proyek itu, pemerintah kolonial menyadari bahwa kondisi pulau yang terpencil sangat mendukung pengawasan dan pengamanan terhadap para tahanan.
Keberhasilan tersebut menjadi dasar bagi Belanda untuk menetapkan Nusakambangan sebagai tempat penampungan tetap bagi orang-orang hukuman atau penal colony. Selain karena faktor keamanan, tanah Nusakambangan yang subur juga dinilai potensial untuk kegiatan agraris. Pemerintah kolonial kemudian menjadikan para narapidana sebagai tenaga kerja di perkebunan karet, membuka hutan, serta membangun infrastruktur pendukung.
Untuk mendukung sistem itu, Belanda menerapkan pola open gesticht atau penjara terbuka. Para napi dilatih keterampilan agraris dan dipekerjakan dari pagi hingga sore di luar sel. Tujuannya bukan hanya penghukuman, tetapi juga agar mereka memiliki keterampilan praktis yang bisa berguna setelah masa hukuman berakhir.
3. Penetapan Sebagai Pulau Bui dan Pemindahan Penduduk
Sebelum menetapkan Nusakambangan sebagai pulau penjara, Pemerintah Hindia Belanda melakukan penelitian terhadap beberapa pulau lain yang dipertimbangkan, seperti Pulau Nusa Barung di Jawa Timur, Prinsen Eiland di Ujung Kulon, dan Krakatau di Selat Sunda. Setelah melalui kajian, pilihan akhirnya jatuh pada Nusakambangan karena dinilai paling memenuhi syarat sebagai lokasi pembuangan narapidana.
Pada tahun 1908, Gubernur Jenderal Hindia Belanda menetapkan Nusakambangan sebagai bijzonderestraf gevangenis atau penjara khusus. Seluruh pengawasan administratif kemudian diserahkan kepada Raad van Justitie (Departemen Kehakiman). Berdasarkan Ordonansi Staatsblad Nomor 25 tahun 1912 dan Nomor 34 tahun 1937, wilayah ini secara resmi menjadi zona tertutup dan area penjara nasional.
Seiring penetapan itu, sebagian besar penduduk asli Nusakambangan dipindahkan ke daerah Kampung Laut, Jojok, dan Cilacap. Hanya sebagian kecil yang bertahan, dan mereka bekerja membantu pembangunan benteng dan fasilitas kolonial. Setelah penduduk dipindahkan, seluruh pulau secara resmi dianggap sebagai wilayah penghukuman bagi para narapidana.
4. Pembangunan Kompleks Penjara
Sejak resmi dijadikan pulau bui, Belanda mulai membangun sejumlah lembaga pemasyarakatan secara bertahap di berbagai titik di Nusakambangan. Berdasarkan catatan Unggul Wibowo dan dokumen kolonial, berikut perkembangan pembangunan lapas dari masa ke masa:
Lapas Permisan (1908): Kapasitas 700 orang, bangunan permanen, direhabilitasi tahun 1982.
Lapas Karanganyar (1912): Kapasitas 750 orang, bangunan semi permanen.
Lapas Nirbaya (1912): Kapasitas 750 orang, bangunan semi permanen.
Lapas Batu (1925): Kapasitas 700 orang, bangunan permanen, direhabilitasi 1982/1983.
Lapas Karang Tengah (1928): Kapasitas 600 orang, bangunan semi permanen.
Lapas Glinger (1928): Kapasitas 650 orang, dibangun kembali tahun 1960 menjadi permanen.
Lapas Besi (1929): Kapasitas 1.200 orang, bangunan permanen.
Lapas Limus Buntu (1935): Kapasitas 650 orang, bangunan semi permanen.
Lapas Kembang Kuning (1950): Kapasitas 1.000 orang, semi permanen, kemudian dibangun ulang tahun 1967 dan 1982/1983.
Dalam laporan Verslag Over de Hervormingen van het Gevangeniswezen in Nederlandsch-Indie Over de Jaren 1916-1920, disebutkan bahwa pada akhir tahun 1920 sekitar 3.500 narapidana bekerja di berbagai sektor di Nusakambangan, terutama di perkebunan karet, pembangunan jalan, dan konstruksi rumah-rumah pengawasan.
Sistem kepenjaraan di sini menerapkan prinsip ‘kerja dan disiplin’, bukan semata penghukuman. Para napi dilatih untuk memiliki keterampilan yang berguna, sekaligus dijaga ketat agar tidak melarikan diri. Namun, karena kondisi geografisnya yang tertutup, pelarian tetap jarang terjadi.
5. Perubahan Sistem di Era Republik Indonesia
Setelah Indonesia merdeka, fungsi Nusakambangan sebagai tempat pemasyarakatan tetap dipertahankan. Pada 16 April 1962, Kepala Jawatan Kepenjaraan Mr Soedarman Gandasoebrata menetapkan ketentuan baru bahwa narapidana yang dikirim ke Nusakambangan adalah mereka yang memiliki sisa hukuman antara satu hingga lima tahun, berkelakuan baik, dan telah melalui proses seleksi.
Kebijakan ini diperkuat dengan dibukanya Lembaga Pemasyarakatan Terbuka atau Unit Teladan di Karanganyar pada 13 Maret 1970. Sistem baru ini memungkinkan narapidana tinggal di rumah kecil tanpa pagar dan bekerja di lahan pertanian tanpa pengawalan ketat. Tujuannya untuk membina narapidana agar siap kembali ke masyarakat setelah bebas.
Kemudian, pada 1983, Menteri Kehakiman Ismail Saleh menetapkan Nusakambangan sebagai tempat pembinaan bagi narapidana yang sulit dibina di lapas lain. Sejak saat itu, pulau ini dikenal luas sebagai lokasi penahanan bagi terpidana kasus berat, termasuk korupsi besar, terorisme, dan hukuman mati.
Sejarah Nusakambangan menggambarkan bagaimana sistem hukum dan pembinaan di Indonesia berkembang dari masa ke masa. Pernahkah kamu membayangkan seperti apa kehidupan di balik dinding salah satu pulau paling misterius di negeri ini?
房中秘术、泡妞把妹、丰胸美体、奇淫巧技!价值十万电子书下载网址:https://www.1199.pw/
عزیز، خودم تجربه وحشتناکی از پلتفرمهای
شرطبندی دارم که دوست دارم برایتان بگویم.
این سایتها مانند دام طراحی شدهاند تا
افراد را فریب دهند. اول تمام امور روان به نظر میرسد،
اما فوریدرک میکنی که سرمایههایت
در حال از دست رفتن است. تهدید اصلی سوءمصرف
است که آیندهات را تخریب میکند.
بهتر است دور بمان از این سایتها!