
Solo – Direktur PT Kenanga Mulia, HMD, mengambil langkah praperadilan usai namanya tercatut dalam dugaan korupsi proyek drainase di kawasan Stadion Manahan, Kota Solo. HMD meminta status terdakwa digugurkan.
Diketahui, HMD ditetapkan sebagai tersangka bersama Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), AN, oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Solo. Keduanya telah menjalani sidang perdana kasus korupsi itu pada Selasa (14/10).
Kuasa hukum HMD, Bambang Ary menilai, ada sejumlah kejanggalan atas penetapan HMD dalam kasus korupsi tersebut. Sehingga pihaknya mengajukan Praperadilan di detik-detik terakhir.
“Kita ajukan praperadilan karena melihat ada satu hal yang tidak sesuai formilnya. Kasus korupsi mestinya ada investasi, audit investigasi yang dilakukan oleh auditor yang ditelah ditentukan yaitu BPKP ataupun inspektorat, atau malah mereka yang expert seperti akuntan publik,” kata Ary saat dihubungi detikJateng, Jumat (17/10/2025).
Dia menilai setelah audit selesai dilakukan, baru dilakukan penetapan yang dilakukan oleh BPK. Namun dia melihat dalam kasus itu, audit dan penetapan kerugian negara dari pihak Kejaksaan.
Atas dasar itu, pihak HMD mengajukan praperadilan. Sidang pertama praperadilan tersebut dilakukan hari ini di Pengadilan Negeri (PN) Solo. Bambang mengaku telah diberi kesempatan untuk menjalani sidang praperadilan meski dakwaan telah dibacakan.
“Sidang yang di Semarang itu berbeda, dan mundur juga. Harusnya tanggal 7 menjadi 14, itu baru baru pembacaan dakwaan dari JPU. Jadi belum mulai, belum sampai pemeriksaan. Kita diberi kesempatan untuk menjalani dulu sidang praperadilan,” ucapnya.
Dengan hal itu, sidang praperadilan akan berjalan cepat. Sidang yang dibuka hari ini ditargetkan telah diputus pada Jumat (24/10).
“Hari ini sidangnya baru pembukaan sidang praperadilan. Hari Senin besok tanggapan sekaligus replik dan duplik. Lalu hari Selasa pemeriksaan saksi dari saya, dan alat bukti lainnya. Pada hari Rabu pemeriksaan saksi dan bukti dari JPU. Lalu tanggal 23 kesimpulan, dan tanggal 24 kesimpulan,” terangnya.
Ary berharap, majelis hakim bisa mengabulkan praperadilan yang dia ajukan. Sehingga penuntutan dan dakwaan tidak bisa dilanjutkan.
Dengan begitu HMD akan gugur sebagai terdakwa kasus korupsi proyek drainase kawasan Stadion Manahan.
“Selain Praperadilan, kami juga sudah menyiapkan beberapa alat bukti. Kalau seandainya ini jalan terus, kita juga mempertanyakan saksi ahli dari kejaksaan, apakah dia memiliki sertifikasi yang betul. Karena kalau berbicara tentang pembangunan, kan ada sertifikasi bendungan, irigasi, dan sebagainya. Yang melakukan penilaian itu punya sertifikasi itu atau tidak,” pungkasnya.
Korupsi Rugikan Negara Rp 2,5 Miliar
Diberitakan sebelumnya, Kepala Kejari Solo Supriyanto mengatakan, penetapan AN sebagai tersangka bermula dari laporan masyarakat, yang mencurigai kualitas proyek drainase di kawasan Stadion Manahan, tepatnya di selatan Kantor Dispora Solo.
“Hasil penyelidikan hingga penyidikan, penyidik menemukan indikasi kuat adanya penyimpangan sejak tahap awal. Adapun penyimpangannya di tahap pelaksanaan pekerjaan yang bertentangan dengan Perpres Pengadaan Barang dan Jasa, serta tidak sesuai kontrak yang disepakati antara PPK dan penyedia jasa proyek,” kata Supriyanto, Senin (29/9/2025).
Dijelaskan, proyek normalisasi saluran drainase itu menggunakan APBD Kota Solo tahun 2019. Akibat kasus korupsi itu, kerugian negara sekira Rp 2,5 miliar.
“Dari total anggaran Rp 4,5 miliar, kerugian negara kurang lebih Rp 2,5 miliar,” jelasnya.
Dari proses penyidikan dan penyelidikan, Kejari menemukan tiga kejanggalan. Yakni, pekerjaan tidak sesuai dengan spesifikasi teknis, terdapat kekurangan volume pekerjaan yang cukup signifikan, dan ada pekerjaan yang secara teknis tidak bisa dipertanggungjawabkan karena justru berpotensi membahayakan keselamatan lingkungan sekitar.
Selain AN, Kejari Solo juga menetapkan HMD selaku Direktur PT Kenanga Mulia sebagai tersangka. AN kini sudah ditahan di Rutan Kelas I Kota Solo. Sementara HMD jadi tahanan kota, karena kondisi kesehatannya.
Meski sudah ada penetapan tersangka, hingga kini jaksa masih melakukan asset tracing terhadap dugaan aliran dana korupsi. Dari hasil pemeriksaan, keuntungan paling besar mengalir ke pihak penyedia jasa. Namun uang hasil korupsi itu belum ditemukan maupun belum bisa disita.
“Profiling dan penelusuran aset sudah dilakukan. Namun sampai saat ini belum ada uang yang bisa disita sebagai barang bukti untuk penyelamatan keuangan negara. Yang pasti, keuntungan sudah masuk ke kontraktor, tapi masih kita dalami,” terangnya.
Keduanya terancam Pasal 2 jo Pasal 18 jo Pasal 55 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor. Subsider Pasal 3 jo Pasal 18 jo Pasal 55 KUHP, dengan ancaman penjara paling lama 20 tahun.