Jakarta – Siapa bilang kemampuan berpikir rasional dan menimbang bukti hanya milik manusia? Studi terbaru menunjukkan simpanse pun mampu menimbang bukti dan mengubah keyakinan mereka ketika informasi baru muncul.
Dilansir oleh ScienceAlert (31/10/2025), penelitian ini dipimpin Hanna Schleihauf dari Utrecht University, Belanda, bersama tim dari University of California, Berkeley, termasuk Emily Sanford dan Jan Engelmann. Tim internasional ini bertujuan meneliti kemampuan kognitif simpanse, khususnya kemampuan mereka dalam merevisi keyakinan berdasarkan bukti baru.
Ilmuwan meneliti kemampuan simpanse untuk menilai bukti dan mengubah pilihan mereka ketika informasi baru muncul. Fokusnya adalah apakah kemampuan merevisi keyakinan yang selama ini dianggap khas manusia juga muncul pada simpanse. Eksperimen dilakukan selama beberapa bulan pada 2023-2024, dan hasilnya dipublikasikan pada Oktober 2025 di jurnal Science.
Bentuk Metakognisi Simpanse
Dijelaskan dalam Scientific American, eksperimen berlangsung di Ngamba Island Chimpanzee Sanctuary, Uganda. Simpanse diuji dengan beberapa kotak berisi apel atau benda lain. Awalnya, mereka memilih kotak berdasarkan petunjuk awal, misalnya suara benda di dalam kotak. Namun, ketika petunjuk baru muncul, seperti melihat isi kotak secara langsung, banyak simpanse mengubah pilihan mereka menjadi lebih tepat.
Dipaparkan melalui Phys.org, perubahan ini bukan kebetulan. Simpanse menimbang kekuatan bukti baru dan menyesuaikan keyakinan mereka secara rasional, sebuah bentuk metakognisi atau kemampuan “berpikir tentang berpikir” yang selama ini dianggap khas pada manusia.
Studi ini menantang pandangan tradisional bahwa rasionalitas kemampuan untuk membentuk dan merevisi keyakinan berdasarkan bukti hanya dimiliki oleh manusia.
“Perbedaan antara manusia dan simpanse bukanlah lompatan kategoris. Perbedaannya lebih seperti sebuah kontinum,” ujar Sanford dilansir Phys.org pada (30/10/2025).
Temuan ini juga membuka perspektif baru dalam pendidikan dan pengembangan kecerdasan buatan. Memahami bagaimana primata merevisi keyakinan dapat membentuk cara kita berpikir tentang pembelajaran anak-anak maupun memodelkan penalaran dalam sistem AI.
“Kita tidak boleh berasumsi anak-anak sebagai kertas kosong ketika mereka memasuki ruang kelas,” tegas Sanford.
Selain itu, penelitian ini menyoroti kemungkinan psikologi simpanse saat ini mencerminkan tahap perkembangan kognitif serupa manusia purba. Beberapa ilmuwan berpendapat yang membedakan manusia dari hewan lain bukan hanya kemampuan rasional, tetapi juga kemampuan bekerja sama.
“Masih ada perbedaan besar diantara kita, tetapi juga lebih banyak kesamaan daripada yang kita duga,” Schleihauf menambahkan.
Tahap berikutnya, tim peneliti mengadaptasi eksperimen ini pada anak-anak usia 2-4 tahun. Tujuannya adalah membandingkan bagaimana balita dan simpanse merevisi keyakinan mereka, sekaligus memperluas studi ke spesies primata lain untuk membangun peta kemampuan penalaran di berbagai cabang evolusi.
Dari penelitian ini kita belajar, bukan sekadar menyerap informasi, tetapi juga menilai bukti, berpikir fleksibel, dan menyesuaikan pendapat saat fakta baru muncul.
“Mereka [simpanse] mungkin tidak tahu apa itu sains, tetapi mereka menavigasi lingkungan kompleks dengan strategi yang cerdas dan adaptif. Itu sesuatu yang patut diperhatikan,” Schleihauf menekankan.
Penulis adalah peserta program MagangHub Kementerian Ketenagakerjaan di detikcom.
